Pengaruh Sosiologi
Pengarang terhadap Novel Sang Pembelajar
Oleh Deden Fahmi
Sebagai
pengarang, mau tidak mau, pasti mempengaruhi hasil karyanya sendiri. Lingkungan
tempat hidup pengarang, pergaulan, wawasan dan latar belakang pendidikan
pengarang menjadi beberapa aspek yang sangat mempengaruhi hasil karya.
Novel salah satu bentuk
hasil karya yang banyak dipengaruhi oleh pengarangnya. Semisal Pramoedya Ananta
Toer yang novel-novelnya banyak dipengaruhi pengalaman dan lingkungannya di
zaman pra-reformasi dan kedua orde yang pernah jaya di Indonesia. Djenar Maesa
Ayu yang juga banyak dipengaruhi oleh gaya hidupnya dan lingkungan pergaulannya
dalam banyak karya sastranya. Novel Sang
Pembelajar, sebagai hasil karya yang cerdas, banyak dipengaruhi oleh latar
belakang pengarangnya.
Latar belakang novel ini
yang menceritakan sebuah keluarga sederhana dengan kepala keluarga seorang
guru, anak yang juga bercita-cita menjadi guru, sedikit banyak membuktikan
bahwa pengaruh pengarang sangat kuat dalam pemilihan tema besar novel tersebut.
Wildan F. Mubarok yang merangkap sebagai aktivis pendidikan, selain menjadi
dosen di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan sebuah kampus swasta, memberikan
jawaban atas pertanyaan: mengapa memilih tema pendidikan dalam novel tersebut?
Pengalamannya sebagai
guru dan dosen, terlebih pencetak tenaga pendidik, membuatnya mendapatkan ilham
atas kegelisahan dunia keguruan akhir-akhir ini. Kritik-krtik tajam dan tepat
sasaran banyak disiratkan dan disuratkan dalam novel ini.
Muhamad Yusuf
Jaya Dinata teman seangkatan saya yang dikisahkan sudah lima bulan tak digaji
karena dana BOS tak kunjung cair. Bagian yang menyatakan Jaya, yang belum jaya
harus menjadi tukang pijat dan sempat frustrasi jadi guru atau sesekali
meminjam uang pada rekan dan uang tabungan siswanya nyatanya membuat saya harus
membunuh prinsip saya mengenai menangis. (39, Sang Pembelajar: 2016)
Dalam kutipan di atas,
jelas kritik pedas pengarang yang sangat mengetahui sekali situasi dan kondisi
perihal dunia pendidikan yang kurang menyejahterakan guru meski pemerintah
sudah berusaha penuh melalui banyak program. Kritik semacam ini banyak dikemukakan
oleh pengarang sebagai bentuk kegelisahan yang seperti tumpah begitu saja dan
mengalir sebagi fiksi dalam novel ini.
Selain dari soal tema
dalam novel ini, banyak juga kondisi sosial yang dibuat seakan-akan pembaca
menyaksikan kisah hidup pengarang sebagai realita dalam novel tersebut—realita
dalam novel sebagai rekaan dari imajinasi yang dibuat pengarang dari pengalaman
hidupnya belum tentu kisah asli kehidupan pengarang. Dengan kata lain, karya
fiksi yang memang berdasar dari realita benar-benar banyak menjadi inspirasi
tersendiri dalam proses penulisan novel Sang
Pembelajar oleh Wildan F Mubarok.
“Namaku Tegar”
“Siapa yang
tanya?” jawabnya dengan muka tak sedikitpun bercanda.
“Sialan”
Tegar menggeruti dalam hati.
“Kau anaknya
Pak Mumuk guru agama Islamkan?”
“Sok tahu.
Tahu dari mana?”
“Nenek-nenek
tatoan aja tahu, Gar. Apalagi cowok ganteng kaya aku”.
Sial nih
orang, picabokeun. (45, Sang Pembelajar: 2016)
Tegar,
si tokoh utama dalam novel tersebut, adalah anak dari seorang guru yang bernama
Pak Mumuk. Hubungan sosial dari seorang anak dengan ayah seorang guru
benar-benar direpresentasikan kembali oleh penulis novel Sang Pembelajar sebagai latar belakang kekeluaragaan yang juga
dimilikinya di kehidupan nyata. Hal tersebut belum tentu memang menjadi
satu-satu alasan mengapa tokoh utama tersebut memiliki ayah yang berprofesi
sebagai guru juga—mirip si pengarangnya? Akan tetapi, sengaja atau tidak
sengaja, bisa dipastikan bahwa pengarang sangat terinspirasi dan terimpresi
dari kehidupan sehari-harinya, meski pun tak juga bisa dijelaskan bahwa setiap
dialog, adegan, dan peristiwanya memang benar-benar realita pengarang di
kehidupan nyata.
Potret
Kenyataan Sosial dalam Novel Sang
Pembelajar karya Wildan F. Mubarock
Kepercayaan
bahwa sastra adalah rekaman sebuah zaman masih kuat dalam keyakinan masyarakat
dan para peneliti sastra. Maka dari itu tak heran bahwa setiap karya sastra
akan merefleksi kembali kejadian sosial atau menjadi sarana dokumentasi serta
potret sosial di sebuah zaman. Dan itu bisa dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan data-data empiris dan historis.
Pada
bagian ini, akan diuraikan bagaimana merasuknya kondisi sosial masyarakat yang
terkandung dalam sebuah karya sastra khususnya novel Sang Pembelajar karya Wildan F. Mubarock. Sejenak akan dilepaskan
kaitan antara pengarang dengan karyanya agar bisa memperoleh kesimpulan yang
mutakhir bahwa kondisi sosial terekam dalam novel ini.
Novel
ini banyak menceritakan tentang kisah-kisah guru yang kurang sejahtera dan
kurang perhatian dari pemerintah. Di Indonesia banyak terjadi kasus bahwa
seorang guru harus menyambi atau mencari alternatif lain untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Dan secara jelas bahwa di novel ini
menyajikan kondisi sosial cerita sebagai refleksi dan rekam jejak kenyataan di
zaman sekarang.
Setiap
harinya, Ia harus segera pulang seusai dari sekolah dan membantu Mak Yati di
rumah berjualan nasi uduk dan beberapa makanan ringan serupa chiki dan
rupa-rupa minuman. (55-56, Sang
Pembelajar: 2016)
Dalam
kutipan tersebut jelas menggambarkan kehidupan keluarga Pak Mumuk yang harus
dibantu dengan wirausaha agar kebutuhannya bisa terpenuhi. Kondisi sosial
seperti ini banyak ditemukan di zaman sekarang pada guru-guru honorer dan
sebagian guru non-PNS. Penggambaran ini menjadi jejak rekam bahwa dunia
pendidikan Indonesia sedang dalam keadaan kritis dan perlu pembenahan lebih.
Dan itu menjadi kritikan yang sangat tepat sasaran jikalau masyarakat sadar
atas keprihatinan bersama tersebut.
Dalam
novel tersebut juga banyak dihadirkan kondisi ekonomi yang sangat prihatin dari
sebuah keluarga seorang guru. Penggambarannya sangat nyata bahwa untuk membeli
baju koko saja keluarga tersebut mesti memperhitungkan dan membandingkannya
dengan kebutuhan lain yang dianggap lebih penting.
Selain
itu, ada suatu hal yang menggelitik di beberpaa adegan dalam novel tersebut.
Dalam adegan peristiwa pemalakan dan premanisme di sekolah, pengarang mencoba
menghadirkan potret pendidikan dari sudut lain: siswa/terdidik. Pada
kenyataannya, premanisme dan perkelahian antarsiswa masih sering terjadi dalam
kenyataan pendidikan di zaman sekarang. Alhasil, pengarang mencoba bijaksana
tentang bagaimana beratnya kerja seoang guru dalam hal pendidikan di sekolah,
apa lagi dengan timbal balik yang kurang menyenangkan dari segi materi.
Perkelahian amatir di
jalanan gang tak bisa dihindarkan oleh Tegar dan Wildan. Keduanya bahu membahu
melawan dengan sekuat tenaga. Sesekali tas ransel mereka jadi senjata dadakan.
Mesti tak bertubuh kekar Wildan merobohkan dua di antara mereka dengan
tendangan melayangnya. Sementara Tegar malah kewalahan menghadapi Si Kurus dan
Bogel. Dua orang tunggang langgang setelah kata ampun terlontar. (58, Sang Pembelajar: 2016)
Dampak Sosial dari
Novel Sang Pembelajar karya Wildan F.
Mubarock
Novel Sang
Pembelajar ini diharapkan memberikan sebuah pemahaman dan keterbukaan dalam
dunia pendidikan Indonesia. Dengan membaca novel tersebut, diharapkan,
masyarakat pembaca bisa membuka mata terhadap kenyataan yang memilukan dari
seorang guru—meski tak semua guru berakhir tragis dalam hidupnya. Penggamabaran
ini bisa sangat memotivasi para pelaku pendidikan agar lebih prihatin terhadap
dunia pendidikan yang banyak memberikan manfaat dan pengalaman yang tak
terhingga nilainya.
Selain
itu, novel ini diharapkan menjadi kritik tajam yang langsung dilesatkan ke mata
pemerintah agar bisa lebih melihat lebih nyata terhadap dunia pendidikan yang
diwakili sosok Pak Mumuk dan keluarga dengan segala problematika kehidupan
berkeluarganya yang serba kekurangan. Dengan begitu, tak ada lagi anggapan
bahwa guru adalah sebuah profesi yang belum bisa menjamin kesejahteraan padahal
dari sinilah kesuksesan dipupuk dan disiramkan kepada generasi penerus bangsa.
Harapan-harapan
tersebut menjadi kemungkinan terbesar bahwa dampak inilah yang sepertinya ingin
dihasilkan oleh pengarang melalui novel Sang
Pembelajar. Dan akhirnya, hipotesis dampak ini bisa dibuktikan di masa
depan; apakah masyarakat akan terbuka matanya atas keprihatinan dalam dunia
pendidikan Indonesia? Semoga.
0 komentar:
Post a Comment